Sunday, November 7, 2010

Ku kan selalu menantimu

Yang selalu Mengharap Hadir mu
Menanti Kasih sayang yang sempurna

Kian hari ku mengharap mu
Tuk mendampingi ku
Yang tak mampu menatap cinta lain
Yang tak sanggup berdiri s'perti dulu

Harus kemana lagi aku harus berjalan
Mencari dirimu yang penuh dengan cinta
Haruskah aku terus berjuang
Menelusuri ranjau yang penuh duri?

Aku tak mengharap lebih darimu
Hanya Cintamu yang kuingin
Hanya Kasih sayang mu yang harap

Andai takdir tak berpihak padaku
Berilah aku kesempatan tuk mencari nya
Mencari orang yang bersedia menggantikan mu
Walau berat rasa hati ini tuk menggantimu

Ketegeran Cinta Bertakbir

KETEGARAN CINTA BERTAKBIR Seorang sahabatku, Mimi namanya, kami bersahabat puluhan tahun sejak kami sama-sama duduk di sekolah dasar (SD). Mimi gadis sederhana, anak tunggal seorang juragan sapi perah di wilayah kami, memiliki mata sebening kaca, dan lesung pipit yang manis menawan siapa saja dan akan runtuh hatinya jika memandang senyumnya. Termasuk saya.Dan nilai tambahnya adalah dia seorang yang sangat soleha, yang patuh pada kedua orang tuanya. Tetapi Ranu, ’’don juan’’ yang satu ini juga sangat menyukai Mimi. Track record-nya yang begitu glamor dan mentereng tidak meragukan untuk merebut hati Mimi.Sedangkan saya, hanya bisa menatap cinta dari balik senyuman tipis ketegaran. Karena saya tidak mau persahabatan kami hancur.Lambat laun, Mereka pun pacaran dari mulai kelas 1 SMP hingga menikah. Sebagai tetangga sekaligus sahabat yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut bahagia dengan keadaan tersebut (walaupun hati ini sedikit teriris). Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung. Hingga tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita bersama, membina keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.Namun, namanya hidup pasti ada saja kendalanya, di balik kesejukan melihat hubungan mereka yang adem ayem, orang tua Ranu yang salah satu pejabat di daerah itu, menginginkan Ranu menikahi orang lain pilihan kedua orang tuanya. Namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka memutuskan untuk menikah, sekalipun di luar persetujuan orang tua Ranu. Dan secara otomatis, Ranu diharuskan menyingkir dari percaturan hak waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan segala macam cacian.Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi. Setelah menikah, mereka pergi menjauh keluar dari kota kami, Dumai, menuju Pekanbaru, dengan menjual seluruh harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang sudah meninggal.Masih tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih abadi pujaan hatinya Ranu, melenggang pelan bersama mobil yang membawa mereka menuju Kota Bertuah.Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar. Hingga tahun kelima, di mana aku masih sendiri dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi entah kemana, hilang tak ketahuan rimbanya, setelah surat terakhir mengabarkan bahwa dia melahirkan anak keduanya, kemudian setelah itu kami tidak mendengar kabarnya lagi.Sampai di suatu siang yang terik, di hari Sabtu, kebetulan saya berada di rumah tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara ketukan pintu kamar. Temanku mengatakan ada tamu dari Pekanbaru. Siapa gerangan? Pikirku ketika itu.Sejenak aku tertegun ketika melihat sosok perempuan di depan pintu, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkanku,”Faris….Faris kan!” katanya.Sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian berlari merangkulaku, sambil terisak keras di bahuku. Saat itu aku hanya bisa diam tertegun dan tak tahu hendak melakukan apa, meskipun aku tahu dia bukan muhrimku.Kemudian aku menjauhkannya dari bahuku sambil masih ragu, bergumam pelan, “Mimi…Mimikah?”